“Uhang Pandak” atau Orang
Pendek, merupakan misteri sejarah alam terbesar di Asia. Keberadaan Orang
Kerdil ini, telah memancing ahli binatang untuk mendaftarkan laporan
kera misterius ini di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi,
lebih dari 150 tahun.
Setiap daerah pasti memiliki
kepercayaan tentang makhluk-makhluk “Bunian”. Di daerah Bengkulu, orang
Bunian disebut "Sebabah" yang merupakan satu bentuk yang mirip
dengan manusia, hanya saja mereka bertubuh kecil dan berkaki terbalik.
Lebih ke daerah pedalamannya lagi, ada juga kisah tentang makhluk “Gugua”, yang mempunyai perawakan berbulu lebat, pemalu, dan suka menirukan tingkah laku dan perbuatan manusia.
Konon pada zaman dahulu, makhluk ini bisa ditangkap. Masyarakat dahulu menangkap makhluk ini dengan menyiapkan sebuah perangkap. Ada juga kisah tentang perkawinan makhluk ini dengan penduduk lokal, lalu mempunyai keturunan.
Lebih ke daerah pedalamannya lagi, ada juga kisah tentang makhluk “Gugua”, yang mempunyai perawakan berbulu lebat, pemalu, dan suka menirukan tingkah laku dan perbuatan manusia.
Konon pada zaman dahulu, makhluk ini bisa ditangkap. Masyarakat dahulu menangkap makhluk ini dengan menyiapkan sebuah perangkap. Ada juga kisah tentang perkawinan makhluk ini dengan penduduk lokal, lalu mempunyai keturunan.
Sampai hari ini, makhluk di gunung
Kerinci yang dikenal sebagai “uhang pandak”, memiliki variasi yang
membingungkan dari nama dialek setempat. Sampai sekarang pun masih belum
teridentifikasi oleh ilmuwan.
Orang pendek / uhang pandak ialah
nama yang diberikan kepada seekor binatang (manusia atau bunian) yang sudah
dilihat banyak orang selama ratusan tahun. Kerap kali muncul di sekitar Taman
Nasional Kerinci Seblat, Jambi.
Walaupun tak sedikit orang yang
pernah melihatnya, keberadaan uhang pandak hingga sekarang masih merupakan
teka-teki. Tidak ada seorang pun yang tahu sebenarnya makhluk jenis apakah yang
sering disebut sebagai orang pendek itu.
Tidak pernah ada laporan yang
mengabarkan, bahwa seseorang pernah menangkap atau bahkan menemukan jasad
makhluk ini. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya laporan dari
beberapa orang yang mengatakan pernah melihat makhluk tersebut.
Sekedar informasi, orang pendek ini
masuk ke dalam salah satu studi Cryptozoology. Ekspediasi pencarian
Orang Pendek sudah beberapa kali dilakukan di Kawasan Kerinci, salah satunya
adalah ekspedisi yang di danai oleh National Geographic Society.
National Geographic sangat tertarik
mengenai legenda Orang Pendek di gunung Kerinci, Jambi. Bahkan, beberapa
peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai
makhluk tersebut.
Adapun cerita mengenai uhang pandak
pertama kali ditemukan dalam catatan penjelajah gambar jejak, Marco Polo,
1292, saat ia bertualang ke Asia. Walau diyakini keberadaannya oleh
penduduk setempat, makhluk ini dipandang hanya sebagai mitos belaka oleh para
ilmuwan, seperti halnya "Yeti" di Himalaya dan monster "Loch
Ness" Inggris Raya.
Sejauh ini, para saksi yang mengaku
pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang
berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki), tinggi sekitar satu meter (diantara 85
cm hingga 130 cm), dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan
tak sedikit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan
berburu, seperti semacam tombak.
Legenda Mengenai Uhang Pandak sudah
secara turun-temurun dikisahkan di dalam kebudayaan masyarakat "Suku
Anak Dalam". Mungkin bisa dibilang, suku anak dalam (Kubu) sudah
terlalu lama berbagi tempat dengan para Orang Pendek di kawasan tersebut.
Walaupun demikian, jalinan sosial diantara mereka tidak pernah ada.
Sejak dahulu, suku anak dalam bahkan
tidak pernah menjalin kontak langsung dengan makhluk-makhluk ini, mereka memang
sering terlihat, namun tak pernah sekalipun warga dari suku anak dalam dapat
mendekatinya.
Ada sebuah kisah mengenai
keputusasaan para suku anak dalam yang mencoba mencari tahu identitas dari
makhluk-makhluk ini, mereka hendak menangkapnya, namun selalu gagal. Pencarian
lokasi dimana mereka membangun komunitas mereka di kawasan Taman Nasional juga
pernah dilakukan, namun juga tidak pernah ditemukan.
Awal tahun 1900-an, dimana saat itu
Indonesia masih merupakan jajahan Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari
para WNA. Namun, yang paling terkenal adalah kesaksian Mr. Van Heerwarden
di tahun 1923. Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar
tahun itu ia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci
Seblat.
Pada satu catatan, ia menuliskan
mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di
badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4
tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam
sebahu. Van Heerwarden sadar, mereka bukan sejenis siamang maupun primata
lainnya. Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu,
sehingga mereka berlari menghindar.
Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden
tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan
mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu
makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.
Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para peneliti yang di danai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu keberadaan Orang Pendek.
Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para peneliti yang di danai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu keberadaan Orang Pendek.
Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie
Martyr dan Jeremy Holden sudah lama mengabadikan dirinya untuk terus
menerus melakukan ekspedisi terhadap eksistensi Orang Pendek. Namun, sejak
pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci di tahun 1990, hasil
yang didapat masih jauh dari kata memuaskan.
Lain dengan peneliti lainnya, Debbie
dan Jeremy datang ke Indonesia dengan di biayai oleh Organisasi Flora dan Fauna
Internasional. Dalam ekspedisi yang dinamakan “Project Orang Pendek” ini,
mereka terlibat penelitian panjang disana.
Secara sistematik, usaha-usaha yang
mereka lakukan dalam ekspedisi ini antara lain adalah pengumpulan informasi
dari beberapa saksi mata untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana mereka sering
dikabarkan muncul. Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat, dimana
terdapat beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas mereka.
Namun, akhirnya rasa putus asa dan
frustasi selalu menghinggap di diri mereka, ketika hasil ekspedisi selama ini
yang mereka lakukan, belum mendapat hasil yang memuaskan alias nihil.
Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan, bahwa Orang Pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus?
Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan, bahwa Orang Pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus?
Banyak Paleontologiest
mengatakan, bahwa jika anggota Australopithecus masih ada yang bertahan hidup
hingga hari ini, maka mereka lebih suka digambarkan sebagai seekor siamang.
Pertanyaan mengenai identitas Orang Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini, sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa waktu yang lalu.
Pertanyaan mengenai identitas Orang Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini, sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa waktu yang lalu.
Fosil manusia-manusia kerdil “Hobbit”
berjalan tegak inilah yang kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis.
Ciri-ciri fisik spesies ini sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang
Pendek, dimana mereka memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat
meter, berjalan tegak dengan dua kaki, dan telah dapat mengembangkan
perkakas/alat berburu sederhana, serta telah mampu menciptakan api.
Diperkirakan hidup antara 35000 – 18000 tahun yang lalu.
Apakah keberadaan “Uhang Pandak” benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya.
Apakah keberadaan “Uhang Pandak” benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya.
Peneliti mengetahui, bahwa setiap
saksi mata yang berhasil mereka temui mengatakan, lebih mempercayai Orang
Pendek sebagai seekor binatang. Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga
mempertahankan pendapat mereka, bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang luar
biasa dan bukan hominid.
Terlepas dari benar tidaknya mereka
adalah bagian dari makhluk halus, binatang, atau pun ras manusia yang berbeda.
Dunia tentunya masih menyimpan misteri tentang mereka yang harus terus
dilakukan penelitian keberadaannya.
Bukankah berbagai peninggalan dan
kerangka makhluk setengah kera Homo Floresiensis baru-baru ini ditemukan?
Menjadi bukti, bahwa ada suatu komunitas makhluk diluar manusia modern yang
pernah ada. Bisa jadi, “Uhang Pandak” yang tersembunyi dan penuh misteri selama
ini, suatu hari ditemukan. Waktu jualah yang akan menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar